Pada masa Yunani Kuno ini telah tertarik pada gejala-gejala kejiwaan
tetapi mereka belum dapat menerangkan gejala-gejala itu secara ilmiah.
Apa yang mereka lakukan saat itu adalah mencoba menerangkan
gejala-gejala kejiwaan melalui mitologi. Cara pendekatan seperti ini disebut sebagai cara pendekatan yang Naturalistik. Para
filsuf kuno, telah memikirkan hakekat jiwa dan gejala-gejalanya. Pada
zaman kuno tidak ada spesialisasi dalam lapangan keilmuan, sehingga
boleh dikatakan bahwa semua tergolong dalam lapangan dalam apa yang
disebut filsafat itu. Sementara ahli filsafat ada mengatakan bahwa
filsafat adalah induk ilmu pengetahuan.
Ketika itu, psikologi memang sangat dipengaruhi oleh cara-cara berpikir
filsafat dan terpengaruh oleh filsafatnya sendiri. Hal tersebut
dimungkinkan karena para ahli psikologi pada masa itu adalah juga
ahli-ahli filsafat atau para ahli filsafat waktu itu juga ahli
psikologi.
Sebagai induk dari ilmu pengetahuan, filsafat adalah ilmu yang mencari
hakekat sesuatu dengan menciptakan pertanyaan dan jawaban secara
terus-menerus, sehingga mencapai pengertian yang hakiki tentang
sesuatu. Masa itu belum ada pembuktian-pembuktian empiris, melainkan berbagai teori dikemukakan berdasarkan argumentasi logika belaka.
Kata filsafat, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah philosophy. Adapun filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu Philosophia, yang terdiri atas dua kata yakni philos yang berarti cinta (love) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom. Jadi, secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Seorang filsuf adalah pecinta dan pencari kebijaksanaan.
Aristoteles
(murid plato) filsafat : ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran
yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan). Bakry
menyatakan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan yang menyelidiki
segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan
manusia, sehingga menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekat
dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia setelah mencapai
pengetahuan itu. Pada
abad-abad setelah itu, psikologi masih juga merupakan bagian dari
filsafat, antara lain di perancis muncul Rene Descartes yang terkenal
dengan teori tentang kesadaran.
Plato (429-343 SM)
Plato adalah seorang penganut dualisme yang sebenar-benarnya. Tentang
“jiwa”, plato memandang bahwa dualisme antara jiwa dan badan. Jiwa
adalah bagian manusia yang tidak dapat mati, setelah berulang kali
dipenjarakan dalam badan lewat linkarnasi, akhirnya jiwa itu, setelah
disucikan dari kesalahannya sendiri, mencapai dunia yang lebih luhur,
dunia tempat kita memandang idea-idea yang murni dan abadi. Jiwa hidup
terus sesudah mati dan bahkan sudah ada sebelum manusia lahir kembali
dalam bentuk badan baru.
Semula, Plato melukiskan badan itu sebagai penjara dan kuburan bagi
jiwa, kemudian sebagai alat atau sarana bagi jiwa. Selanjutnya lagi
penghargaan bagi badan, kemudia meningkat dan ia memandang badan sebagai
gambaran jiwa yang patut kita hormati. Dalam teorinya tentang “idea”
Plato melukiskan pertentangan antara kenyataan rohani rohani yang tidak
pernah musnah, dan kehidupan di dunia ini, yang dialami secara indrawi,
teori ini berkaitan dengan pandangannya mengenai idea-idea. Plato sering
disebut sebagai seorang rasionalis atau penganut paham rasionalime.
Plato mengatakan bahwa dunia kejiwaan berisi ide-ide, menurut Plato,
psyhe (jiwa) terdiri dari tiga bagian yaitu :
1. Berpikir, berpusat di otak dan disebut logisticon
2. Berkehendak, berpusat di dada dan di sebut thumeticon
3. Keinginan, berpusat di perut dan disebut abdomen
Menurut
Plato, bahwa tiap-tiap orang sudah ditetapkan sejak lahirnya status
atau kedudukannya kelak dalam masyarakat. Apakah seseorang itu akan
menajdi filsuf, serdadu, pejabat, sudah tertulis sejak lahirnya. Paham
ini dinamakan Nataivisme.
Plato mengatakan bahwa manusia irtu berbeda dengan manusia lainnya.
Aristoteles (384-322)
Aristoteles adalah murid Plato. Dalam bukunya yang judulnya “De Anima”,
Aristoteles mengemukakan macam-macam tingkah laku manusia dan adanya
perbedaan tingkat tingkah laku pada organisme-organisme yang
berbeda-beda. Tingkah laku pada organisme, menurut Aristoteles,
memperlihatkan tingkatan sebagai berikut.
a. Tumbuhan : memperlihatkan tingkah laku pada taraf vegetatif (bernafas, makan, tumbuh).
b. Hewan : selain tingkah laku vegetatif,
juga bertingkah laku sensitif (merasakan melalui pancaindra). Jadi,
hewan berbeda dari tumbuhan karena hewan mempunyai faktor perasaan,
sedangkan tumbuhan tidak. Persamannya adalah pada tumbuhan maupun
hewan terdapat tingkah laku vegetatif, misalnya dalam peredaran makan.
c. Manusia
: manusia bertingkah laku vegetatif, sensitif, dan rasional. Manusia
berbeda dari organisme-organisme lainnya, karena dalam bertingkah laku,
manusia menggunakan rasionya, yaitu akal atau pikirannya.
Aristoteles adalah orang yang pertama yang secara ekplisit menyatakan bahwa manusia adalah binatang berakal budi. Secara menyeluruh, Aristoteles memandang dunia dan manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang berlangsung terus-menerus.
Aristoteles berkeyakinan, bahwa segala seuatu yang berbentuk kejiwaan form (form) harus menempati suatu wujud (matter).
Wujud pada hakekatnya merupakan pernyataan atau ekspresi dari jiwa.
Dengan pandangan ini Aritoteles sering disebut sebagai penganut paham empirisme,
karena menurut pendapatnya segala sesuatu harus bertolak pada realita.
Menurut Aristoteles fungsi dari jiwa dibagi menjadi dua yaitu kemampuan.
Rene Descartes(1596-1650)
Sumbangan Descartes yang menonjol dalam bidang psikologi ialah ingin
memecahkan persoalan tentang hubungan antara psikis atau jiwa (mind) dan badan (min-body problem). Menurut Descartes psikis merupakan dunia mental dan badan atau jasmani merupakan dunia material (material world), dua hal yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda.
Menurut Descartes, bahwa ilmu jiwa adalah ilmu pengetahuan mengenai
gejala-gejala kesadaran manusia. Jadi kesadaran adalah faktor yang
paling menentukan dalam psikologinya. Menurut Descartes, bahwa hubungan
antara psikis berpengaruh pada badan, tetapi badan tidak berpengaruh
pada psikis. Tertapi menurut Descartes psikis dapat mempengaruhi badan,
dan sebaliknya badan juga dapat mempengaruhi psikis. Jadi hubungannya
tidak searah tetapi dua arah.
Dalam pandangan Socrates, Psikologi (ilmu jiwa) adalah ilmu pengetahuan
mengenai gejala-gejala pemikiran atau gejala-gejala kesadaran manusia,
terlepas dari badannya. Raga manusia yang terdiri atas materi dipelajari
oleh ilmu pengetahuan yang lain, terlepas dari jiwanya. Menurut
Descartes, badan itu seperti halnya mesin, tak ada bedanya kerja badan
dengan kerja mesin. Ia menjelaskan bahwa tiap aspek berfungsi
badan-seperti pencernaan, penginderaan, itu bekerja secara mekanis.
Menu rut Descartes, ada dua macam tingkah laku, yaitu tingkah laku
mekanis yang terdapat pada semua hewan dan merupakan bagian dari
tingkah laku manusia dan tingkah laku rasional yang hanya terdapat pada
manusia. Menurut Descartes, hubungan antara jiwa dan badan, yakni paham
yang interaksionisme, yaitu ada hubungan (interaksi) antara badan dan
jiwa.
Jhon Locke (1632-1704 M)
Locke memusatkan studinya terutama pada fungsi kognitif, yaitu
bagaimana psikis itu memperoleh pengetahuan. Ia menolak pendapat bahwa
adanya pengertian-pengertian pembawaan. Menurut Locke, anak tidak
dilengkapi oleh pengetahuan apapun pada waktu dilahirkan. Menurut
Locke, pengetahuan itu diperoleh melalui pengalaman. Menurutnya, anak
dilahirkan itu seperti Tabularasa, bagaikan kertas putih bersih yang
akan ditulisi oleh pengelaman. Jhon Locke adalah merupakan tokoh empirisme (empiricism)
Teorinya yang sangat penting adalah “tabula rasa” (tabula = meja, rasa = lilin), yaitu meja yang tertutup lapisan lilin putih. Kertas
putih bersih dapat ditulis dengan tinta warna apa pundan warna
tulsiannya akan sama dengan warna tinta tersebut. Begitu pula halnya
dengan meja yang berlilin, dapat dicat berwarna-warni, sebelum
ditempelkan. Anak diumpamakan bagaikan kertas putih bersih, sedangkan
warna tinta, diumpamakan sebagai lingkungan (pendidikan) yang akan
berpengaruh terhadapnya.
Doktrin tabula rasa menekankan
arti penting pengalaman, lingkungan, dan pendidikan dalam arti
perkembangan individu. Jadi lingkungan di mana orang itu hidup adalah
faktor terpenting yang membentuk kepribadian orang itu. Akan menjadi
apakah orang itu kelak, sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman
apakah yang akan mengisi tabula rasa tersebut. Sedangkan bakat dan pembawaan sejak
lahir dianggap tidak ada pengaruhnya. Jhon Locke mengemukakan bahwa
jiwa manusia dihubungkan dengan dunia luar melalui panca indra.
Benda-benda yang terdapat diluar diri manusia, setelah itu ditangkap
oleh pancaindra diteruskan ke dalam jiwa manusia, setelah itu ditangkap
sebagi ide-ide. Jiwa menurut Locke adalah gabungan dari ide-ide campuran
itu, jadi, ide dapat dipecah-pecah menjadi beberapa ide.
Sumber :
1. Sobur, Alex, 2009, Psikologi Umum, Bandung : Pustaka Setia
2. Ahmadi, Abu, 1998, Psikologi Umum, Jakarta : Rineka Cipta
3. Desmita, 2006, Psikologi Perkembangan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
http://aniendriani.blogspot.com/2011/02/psikologi-sebagai-bagian-dari-filsafat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar