SEJARAH TERBENTUKNYA KOTA PAGARALAM
Sejarah Terbentuk
terbentuknya Kota Pagar Alam sebagai Kota Administratif terinspirasi
dengan dikeluarkannya peraturan Presiden RI Nomor 22 tahun 1963 tentang
penghapusan Karesidenan, maka secara otomatis tidak ada lagi
pemerintahan Kawedanaan Tanah Pasemah (Kecamatan Tanjung Sakti,
Kecamatan Jarai, Kecamatan Kota Agung dan Kecamatan Pagar Alam sebagai
Ibukota Kawedanaan).
Selanjutnya proses demi proses sampai
akhirnya lahirlah Kota Pagar Alam Kota Administratif dengan
diterbitkannya peraturan Pemerintah dengan Nomor 63 tahun 1991 tentang
Pembentukan Kota Administratif dengan pemekaran wilayah 4 (empat)
Kecamatan.
Setelah melalui perjuangan yang cukup menyerap pikiran
dan tenaga, akhirnya ditetapkan Undang – Undang Nomor 8 tahun 2001
tanggal 21 Juni 2001 tentang pembentukan Kota Pagar Alam, dan puncak
seremonial Kota Pagar Alam, sebagai Kota Otonom terjadi dengan
diresmikannya Kota Pagar Alam oleh Menteri Dalam Negeri atas nama
Presiden RI pada tanggal 17 Oktober 2001. Selanjutnya pada tanggal 12
November 2001 Gubernur Sumatera Selatan atas nama Menteri Dalam Negeri
melantik Drs. H. Djazuli Kuris melaksanakan pelantikan perdana perangkat
Pemerintah Kota Pagar Alam pada tanggal 7 Januari 2002.
WISATA SEJARAH KOTA PAGARALAM
Wilayah Pagaralam Sumsel bisa jadi merupakan wilayah dengan
peradaban tua. Rumah batu, artefak yang dibangun sejak ribuan tahun
sebelum masehi kembali ditemukan di wilayah tersebut.
Rumah batu ditemukan di Dusun Merangin RT 02 RW 01 Kelurahan Pagar
Wangi Kecamatan Dempo Utara, Pagaralam. Rumah batu merupakan salah satu
peninggalan tradisi megalitikum di
Bukitbarisan Pasemah.
Di dalam rumah batu ini terdapat berbagai lukisan kuno. Baik
menggambarkan binatang maupun manusia. Rumah batu, patung, maupun
bukti-bukti artefak lainnya di Pagaralam, berdasarkan penelitian para
arkeolog Indonesia maupun asing diperkirakan telah ada sejak
sekitar 2.000 tahun Sebelum Masehi.
“Sayangnya banyak tangan jahil yang merusak rumah batu ini,
bermaksud untuk “tarak” meminta sesuatu kepada yang dimaksud. Bisa
dilihat atapnya sudah ada yang hilang,” kata Saman, warga setempat
kepad pers di lokasi, Selasa (25/1/2011).
Rumah batu ini berada persis di tengah-tengah kebun kopi milik warga
setempat. Diperkirakan panjang rumah batu ini kurang lebih 2 meter,
dan sekitar 1 meter serta tinggi kurang lebih 1 meter.
Terdapat 1 pintu dengan daun pintu sebanyak tiga buah. Lantainya
tentu saja masih tanah, dengan tiang, dinding serta atap rumah terbuat
dari batu yang berbentuk lempengan. Ruang di dalam rumah batu ini hanya
cukup untuk dua orang dewasa.
Aryadi, Ketua RW 01 dusun setempat mengatakan bentuk rumah batu ini
persis dengan rumah batu yang berada di situs megalit batu beghibu, yang
sudah dirawat pemerintah saat ini.
Sementara Kepala dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Pagaralam
Syafrudin, mengatakan selama tahun 2010 lalu sudah banyak yang
benda-benda purbakala yang ditemukan di Pagaralam, “Tahun ini akan lebih
banyak lagi ditemukan,” katanya.
Warga
Dusun Talang Kubangan, Kelurahan Lubuk Buntak, Kecamatan Dempo Selatan,
Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, menemukan gua batu diperkirakan dari
zaman Mesolitikum. Kondisi gua yang berada di daerah tebing terjal dan
hutan rimba ini, memiliki dua pintu masuk dan tiga lantai menyerupai
hamparan batu asahan. Namun kondisi ruangan sudah banyak menyempit,
tertimbun reruntuhan batu akibat faktor alam. Demikian juga dengan
sejumlah tulisan dan ukiran menyerupai tapak manusia yang sudah tertutup
timbunan batu, sehingga sulit untuk dilihat dengan jelas. Namun lantai
pintu masuk masih cukup rapi, dipenuhi dengan susunan pecahan batu mirip
dengan pecahan genteng. Supaya bisa masuk ke dalam ruangan sepanjang
sekitar 25 meter ini, hanya dapat dilalui satu orang, mengingat lebar
ruangan hanya sekitar 50-70 centimeter. “Penemuan gua batu yang berada
di dalam hutan belukar sekitar 50 meter dari lokasi perkebunan kopi, dan
warga setempat lebih mengenal dengan ’Gue Rie Tabing’. Sebetulnya gua
ini dahulunya cukup rapi dan semua ruangan masih dapat dimasuki termasuk
guratan berupa tapak kaki manusia yang berada di lantai dua gua
tersebut, tapi akibat faktor alam semuanya sudah rusak,” kata Manto,
Ketua RW 04 Dusun Talang Kubangan, Kecamatan Dempo Selatan. Sekitar gua
ini cukup banyak bebatuan cadas dan jurang dengan kedalaman mencapai
ratusan meter, termasuk batu hamparan, dan ada juga bertuliskan seperti
garis-garis. “Gua ini dahulunya menurut cerita sesepuh daerah ini pernah
dihuni pertapa Rie Tabing Gua, memiliki dua pintu ukuran lebar 50-70
centimeter dan tinggi 170 cm, dengan tujuh ruangan termasuk yang berada
di bawah tanah,” ujar dia. Namun untuk mengetahui isi dan kondisi
ruangan, dibutuhkan orang yang ahli, karena kami tidak bisa masuk ke
dalam ruangan bawah tanah sedalam dua meter tersebut,” kata dia lagi.
Kalau melihat kondisi fisik batu termasuk membandingkan dengan bebatuan
di perbukitan itu, tidak mungkin kondisi gua tersebut terjadi dengan
sendirinya akibat faktor alam. Selain itu, semua ruangan tersusun rapi
dan pada lantai untuk masuk ke setiap ruangan dihiasi dengan pecahan
batu yang tersusun rapi. Pada ruangannya juga ada yang bertingkat,
seperti tempat tidur terbuat dari batu pula. “Sebetulnya di daerah ini
cukup banyak peninggalan sejarah puyang atau nenek moyang dahulu, tapi
karena warga tidak mengerti sehingga dibiarkan dan hanya menjadi cerita
setiap ada pertemuan. Baru setelah diungkap lewat media oleh ahlinya
tenyata memiliki nilai sejarah yang tinggi,” kata dia. Ketua RT 010
Talang Kubangan, Firman, menyebutkan pula bahwa di sekitar daerah seluas
50 hektare itu banyak terdapat peninggalan nenek moyang zaman dahulu,
seperti batu tapak kaki, batu bertulis, gua dan tempat tidur batu. Hanya
saja karena ketidaktahuan masyarakat, penemuan ini hanya menjadi bahan
cerita dan sejarah sakral masa lalu, kata dia lagi. Peneliti dari Balai
Arkeologi Palembang, Kristantina Indriastuti, mengatakan bahwa penemuan
itu cukup luar biasa dan menghebohkan, karena selama ini hunian masa
Paleollitikum diketahui hanya ada di daerah Kecamatan Kikim, Lahat, dan
temuan peninggalan zaman Mesolitikum berupa gua di Kabupaten Ogan
Komering Ulu (OKU). Menurut dia, secara sepintas karena lantai gua
kering, kemungkinan bisa digunakan untuk hunian di masa lalu. Namun
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, ujar dia, untuk menemukan
lapisan budaya adanya aktivitas pendukung manusia yang hidup di gua
tersebut pada masa lalu, seperti sisa-sisa arang, subsistensi (aktivitas
mencari makanan), aktivitas penguburan, perbengkelan, pembuatan alat
batu, dan peralatan manusia zaman batu, termasuk peralatan berupa kapak
batu, serpih, serut, dan alat-alat lainnya. “Apabila melihat wilayah
Sumsel yang mempunyai pegunungan kapur atau karst, seperti Bukit
Barisan, sangat memungkinkan adanya aktivitas kehidupan gua, seperti
yang sudah ditemukan di wilayah karst Desa Padang Bindu, Kabupaten OKU,”
kata Kristantina pula. Terdapat sekitar 13 gua hunian dan di wilayah
karst dataran tinggi Kerinci di Provinsi Jambi, dan untuk menjaga
kelestarian dan keasliannya perlu dukungan dari masyarakat sekitar serta
pendataan oleh Balai Pelestarian dan Perlindungan Purbakala (BP3)
Jambi, kata dia.
sumber : http://boyherdiansyah.blogspot.com/2012/12/sejarah-terbentuknya-kota-pagaralam.html